Aku belum menikah, tapi tidak mengerdilkan diri sendiri.
selamat pagi |
Aku belum menikah, tapi tidak mengerdilkan diri sendiri. Membuka hari dengan curhatan di blog, meskipun curhat, menulisnya dengan perasaan bahagia, tidak galau, dibawa asyik aja. Nggak bosen ya sar curhat di blog? π namanya juga blog, ujung - ujungnya juga curhat, daripada dipendam di bawa cuma jadi jerawat, mending curhat di blog bisa jadi trafik *blogger haus akan trafik* π
π
Ya mungkin ada yang senasib dan sepenanggungan dengan cerita ini.
Mari kita mulai dengan studi kasus berikut ini :
Ya ampun sar, umur 30 kok belum nikah. Tahu nggak kalau cewek hamil di umur 30an rentan dengan segala bla bla bla bla bla..
Iya, oktober nanti aku berumur 30 tahun. Iya aku belum nikah. Dan aku tidak bodoh, aku tahu kok umur - umur rawan untuk hamil, risikonya bagaimana. Sebenarnya nih, ucapan dari mbak anu, awalnya hanya tanya umur dan dengan santainya aku jawab umur 29, tahun ini 30. Kirain bakalan jadi obrolan becandaan, eh nggak taunya nylekit juga mbaknya kalau ngomongππ. Itu mulut atau piring kotor, banyak lemak jahat, sini aku cuci pakai sunlet. πͺπ
Dari obrolan mbak anu dan aku, aku jadi heran tentang kehamilan, mengapa meragukan kuasaNya, kalau dikasih anak saat berumur 40, kenapa seakan - akan jadi beban, sesuatu yang harus ditakuti, kan anak adalah rezeki, nggak mungkin nolak kan, setiap tahun teknologi kedokteran juga semakin canggih, selain berdoa, kita juga berikhtiar, salah satunya berkonsultasi dengan dokter kandungan. mbok ya mbak anu tidak harus menakuti seseorang yang belum menikah, cukup mendoakan jika semua atau masa depan akan baik - baik saja. Bisa juga mengenalkan aku dengan temannya yang cowok, nggak perlu memojokkan aku yang belum nikah juga ππ
Reaksiku saat mbak anu ngomong kayak gitu, nggak bakal aku tanggepin lah mbak, emang situ orang penting *tapi ditanggepi di blog, laaaaah*. Jika kalian punya teman yang masih jomblo di umur yang sudah pantas untuk menikah, jangan di judge seenak jidat, mungkin aja masih jomblo karena ingin membahagiakan orangtua dengan kerja keras, masih proses move on dari cinta yang menyakitkan, atau permasalahan lainnya yang tidak diketahui khalayak. Kita - kita ini yang jomblo nggak ribet loh meski belum nikah, menerima diri karena tidak seperti teman - teman yang sudah menikah dan tidak membanding - bandingkan kehidupan mana yang lebih bahagia, kalau merasa berumah tangga membuatmu bahagia ya bersyukur, begitu juga meski masih jomblo tapi bahagia, ya dijalani aja, nggak perlu intip rumput tetangga, karena rumah sendiri punya pohon kelapa. π
Masih mending aku sar, udah punya anak, lah kamu?
Lah ini mbaknya membanding - bandingkan kok ya nggak selevel. Orang yang sudah berumah tangga dibandingkan sama yang jomblo. Bandingkan sana tuh sama Nia ramadani, ibu rumah tangga tapi masih kayak abege, pergi piknik ke luar negeri. Lah situ, udah punya anak tapi kayak gendong cucu, situ umur 30 atau 50tahun sih. Ya sekali lagi nggak tega juga ngelabrak kayak gitu, aku bukan orang jahat...... Ibu Peri. ππ
Mengapa seseorang harus membanding bandingkan. Apakah sebenarnya dia insecure dengan kehidupannya sendiri? Apakah ingin menjadi superior dengan bullya-an yang ditujukan oleh kaum jomblo? Ada apa denganmu ~~ππ
hanya ilustrasi |
Kamu sih sar, kebanyakan pilah pilih. Jual mahal.
Iya dong jual mahal, ortuku aja keluarin duit banyak untuk pendidikan aku.
Hmmm begini begini. Sepanjang track record mengenal priaπ, perasaan aku nggak aneh - aneh deh kalau dekat dengan laki-laki. Yang terpenting cari "klik" nya. Percuma dong ya, ganteng tapi diajak ngobrol nggak nyambung, ganteng diajak ngobrol nyambung tapi ternyata ada faktor x yang nggak bisa untuk bersama. Entah lah aku cari laki-laki yang kayak gimana juga bingung, tapi masih menganggap "klik" yang paling penting melanjutkan hubungan atau nggak *aseeeekk *π
Kadang kenal cowok hanya beberapa bulan eh udah klik, tapi putus juga. Kenal cowok udah lama, kemudian ada klik, eh putus juga. Ya masih sebuah misteri.
Despacito... despacito asal kelakon. (alon - alon asal kelakon).
Berarti orang yang jomblo tuh sensitif banget yaaaa.
Eh, nggak jugaaaa. Kalau aku ditanyain tentang umur, aku jawab santai, ditanya tentang kenapa belum menikah, aku jawab : belum ketemu jodohnya. Sensitif atau tidaknya itu bisa dilihat sebab - akibat. Kita jadi sensitif karena pertanyaan yang dilontarkan, membuat kita merasa dihakimi padahal nggak kenal siapa kita, merasa disudutkan, dan pertanyaan yang diberikan membuat kita nggak nyaman. Ya seperti kalau sudah nikah lama, tapi belum punya anak, tiba - tiba seorang istri disudutkan dikira kandungannya bermasalah, stigma negatif tentang ibu yang memberikan anaknya susu formula. Ya semu itu tergantung bagaimana kita berkomunikasi, dan yang bikin miris, sesama perempuan memberikan stigma negatif kepada perempuan lainπ°π°
Mengenal diri sendiri.
Ingin berkata, kalau hidup tidak melulu mikirin jodoh, tapi takutnya dianggap : halah klise, sar. bilang aja nggak laku. *rasanya ingin beli sandal swallow yang masih baru, masih tebel dan ujungnya masih kasar, trus tampol aja pakai sandal ke muka orang*.
Dengan kejombloan, aku merasa lebih mengenal diri sendiri, lebih tau sebenarnya aku ini maunya apa sih? aku hidup ini untuk apa sih? kelemahanku ini apa sih? ke depannya aku mau apa? dan pertanyaan tentang kehidupan yang masih aku pelajari. Mengenal diri sendiri, kemudian mencintai diri sendiri, nantinya berimbas juga dengan mencintai orang - orang yang berada di sekitar.
Misalnya nih, mengenal diri sendiri, pastinya tau dong apa yang bisa memicu amarah, kemudian bagaimana mengelola rasa amarah, pada akhirnya aku nggak seenaknya melampiaskan amarah ke pada orang sekitar yang sebenarnya nggak ada hubungannya dengan amarahku.
Selain mengenal diri sendiri, aku juga berusaha untuk mandiri dan tidak tergantung orang lain, iya tahu kita juga seseorang di samping kita, butuh pasangan dengan pelbagai macam alasan, setidaknya nggak tergantung banget lah sama orang, kan begitu - begitu tetap manusia biasa, ada kekurangan, biar nggak kecewa banget lah kalau ada kejadian tertentu, eh ternyata nggak bisa mengandalkan orang tersebut. Jadi wonder woman untuk diri sendiri.
Mengurangi rasa kepemilikan
Dulu nih duluuuuu, kalau punya kekasih hati, semua perhatian selalu tercurahkan kepada dirinya, pokoknya kekasih nomor satu, kepentinganku urusan sekian. πΉ
Kemudian baca postingan di blog (lupa blognya siapa), kalau setiap barang yang kita punya atau koleksi pada akhirnya akan dimintai pertanggung jawaban. Nah, kepikiran juga tuh, gimana kalau aku merasa memiliki yang mungkin bisa dikatakan berlebihan, kan pasangan adalah makhluk ciptaanNya, yang sewaktu - waktu bisa kembali kepadaNya, bagaimana aku menghadapi kehilangan? Pernah juga mengalami putus cinta yang bikin hari - hariku kelabu, malas untuk ngapa - ngapain, tapi beberapa hari kemudian juga menyesal, kenapa putus asa karena cinta, padahal kehidupannya menyenangkan, padahal ada "duniaku" yang aku raih dengan perjuangan seketika terlupakan hanya karena putus cinta.
Maunya sih meskipun kehilangan, iya aku bersedih tapi tidak lantas membuat "duniaku" hancur luluh lantak begitu saja, aku berharap memiliki "dunia" yang bisa membuatku semangat dari keterpurukan. Hmmm.. gimana ya ngomongnya, bukan berarti setengah - setengah mencintai pasangan, iya tau berbakti kepada suami merupakan kewajiban sebagai istri, hmmm... tapi penginnya tuh cinta kepada suami tidak lebih dari cintanya kita kepada Sang pencipta.
Hmmmm.. begitulah pemikiranku, sebenarnya ada beberapa pemikiran saat aku menjomblo, tapi ya gitu, kadang aku merasa kalau aku memiliki pemikiran yang rumit tapi aku enjoyyy ajaaaaπΉπΉ
I've been there. Urusan anak itu haknya Tuhan mau kasih kapan.
BalasHapusMenikah itu sekali untuk selamanya. Jangan sampai salah pilih, jangan karena orang lain.
Semangat mbak.
waaaah... makasih udah disemangatin :")
Hapus