Witing Tresno Jalaran Soko Kulino
Aku sedang jatuh cinta! Jatuh cinta dengan sahabatku sendiri!!
Begitu kira – kira jeritan hatiku beberapa tahun yang lalu, tepatnya saat masih SMA. Seperti masa – masa remaja pada umumnya, menikmati hidup dengan memiliki banyak teman. Seperti halnya denganku. Namun, jika dilihat lebih lanjut, memiliki teman banyak itu memang menyenangkan. Namun, memiliki sahabat yang benar – benar mengerti kamu, serasa dunia tampak sempurna.
Begini ceritanya, pertama kali menginjakkan kaki ke dunia SMA, memakai rok abu – abu seperti hal yang nyaris membuat aku bengong, semuanya berbeda. Teman – teman wanita sudah pintar make up ini dan itu, sudah pilah – pilih parfum untuk disemprotkan ke seragam sekolah, sementara teman laki – laki sudah tumbuh rambu – rambut tipis yang biasa disebut kumis. Kalau bisa dikatakan, masa SMA adalah masa transisi, kalau dikatakan remaja, ya enggak juga. Kalau dikatakan dewasa, memang belum dewasa. Istilah kerennya, masa SMA masa galau – galaunya. Apalagi galau menentukan siapa teman kita. Ya, dimasa SMAku dulu, masih ada yang namanya geng. Geng A terkenal dengan kelompok yang cantik – cantik, Geng B terkenal dengan kelompok yang pintar Matematika dan lain sebagainya. Untungnya, aku tidak mengikuti arus, semua teman yang asyik diajak berteman, ya ayo sajalah. Termasuk pertemananku dengan seorang cowok, sebut saja namannya Lucky (nama sebenarnya).
Berkenalan dengan Lucky memang tidak direncanakan, saat Masa Orientasi Siswa (MOS), sudah satu kelompok dengan Lucky, eh ternyata kita juga satu kelas. Tahu sendiri kan kalau ada cewek dan cowok berteman, pasti pikirannya “Weeehhh… pacaran ya?”. Tapi, aku dan Lucky cuek saja dengan ejekan teman sekelas. Saat MOS, kita saling mengingatkan apa saja yang harus dibawa esok hari, agar kita tidak mendapat hukuman gara – gara lalai tidak mengikuti aturan. Dari situlah pertemanan kita berlanjut, mulai bmengerjakan PR bersama – sama hingga selalu satu kelompok jika ada tugas pratikum. Meskipun sering satu kelompok, sering banget loh kita berbeda pendapat, Lucky yang orangnya kalau ada tugas maunya “Cepat dan pokonya selesai”, sementara aku yang cenderung punya pikiran ribet, karena ingin mendapatkan hasil yang sempurna. Tapi, anehnya, hasil yang kita kerjakan selalu diluar harapan alias sangat memuaskan. Kedekatan kita enggak hanya sampai persoalan sekolah, melainkan curhat – curhat ala anak SMA. Curhat kalau tim futsalnya Lucky kalah gara – gara lawannya curang, aku juga curhat tentang boyband yang tampan, bahkan Lucky tidak segan untuk berbagi kisah permasalahan keluarganya, masalah yang sangat sensitif, dan hanya aku yang tahu permasalahan itu. Pertama kali melihat seorang cowok kalau curhat tentang keluarganya sampai menangis, rasanya enggak tega kalau sahabat sendiri dalam kesusahan sementara aku enggak bisa berbuat apa – apa selain berkata,”sabar ya.” Kalau sudah kalut seperti itu, biasanya kita pergi bersama untuk sekadar makan bakso atau hanya jalan – jalan untuk membunuh waktu. Dan seperti yang bisa ditebak, makin gencar aja teman – teman sekolah bergosip kalau kita pacara. Maklum, teman – teman yang kebanyakan memiliki geng, kalau keluar rumah (hang out) ya perginya sama teman – teman satu geng, sementara aku dan Lucky pergi hanya berdua.
BACA JUGA : KETIKA AKU JATUH CINTA
BACA JUGA : KETIKA AKU JATUH CINTA
Karena setiap hari bertemu dengan Lucky, apalagi satu kelas dari kelas satu hingga kelas tiga SMA, membuat kita semakin kenal satu sama lain. Kadang – kadang juga kesel kalau ada cewek yang dekat dengan Lucky, kadang juga jengkel kalau waktunya keluar bareng eh dianya malah milih main futsal. Mulai lah ada rasa kangen padahal hampir setiap hari ketemu. Ada yang aneh rasanya kalau tiba – tiba melihat Lucky menjelma seperti salah satu personil Westlife yang ketampanannya mendadak menjadi sepuluh kali lipat, suka senyum – senyum sendiri. Apakah aku sedang jatuh cinta? Apa benar ini yang dinamakan “Witing tresno jalaran soko kulino” cinta datang karena terbiasa. Terbiasa dengan keras kepalanya Lucky, terbiasa dengan bawelnya, terbiasa dengan sapanya setiap pagi. Tapi, aku buru – buru menepis semuanya, kita adalah sahabat.
Setelah lulus SMA, aku memutuskan untuk kuliah di Malang, sementara Lucky kuliah di Surabaya. Sempat putus komunikasi karena nomor hapeku ganti. Merasa kehilangan? Pasti! Tapi aku coba melaluinya dengan kegiatan yang seabrek. Ketika menginjak semester 3, Lucky mulai menghubungiku dan mendapatkan nomor hape dari teman SMA yang masih berhubungan baik denganku maupun Lucky. Dia ingin ketemu, waaaah siapa yang enggak seneng, langsung aku mengiyakan. Aku kira bakalan ada undangan reuni anak SMA, enggak tahunya Lucky mengungkapkan perasaannya! Deg! Akhirnya, setelah bertahun – tahun menyembunyikannya, Lucky mengungkapkan jika memiliki perasaan istimewa denganku. Huwaaa.. rasanya maknyes. Aku pun juga mengakuinya jika memiliki perasaan yang istimewa kepadanya. Bukannya merasa canggung karena sudah saling jujur, eh ternyata kita berdua malah ketawa secara spontan. Kok bisa ya kita saling jatuh cinta? Kok bisa ya kita sama – sama memendam perasaan bertahun – tahun *tsah*.
Saling berkenalan, saling memahami satu sama lain, merupakan suatu proses alami untuk kita ketahui, apakah kita jatuh cinta ataupun tidak. Jatuh cinta dengan sahabat sendiri karena sudah terbiasa mengenal dirinya? Mengapa tidak? Tapi, keputusan untuk mengatakan jika kamu jatuh cinta kepadanya adalah sebuah pilihan. Katakan atau pendam perasaanmu!
“Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati – Bahasa Daerah Harus Diminati”
Posting Komentar untuk "Witing Tresno Jalaran Soko Kulino"
Maaf moderasi terlebih dahulu, karena banyak spam. Terimakasih yang sudah berkomentar :)